Namanya transportasi gak di kota besar gak di kota kecil pasti menjadi sesuatu yang sangat penting, dari jaman kuda sampe pesawat jet. Untuk kota Jakarta dimana para para penggerak roda ekonomi dari tukang jamu, pedagang, karyawan, pejabat, semuanya yang bekerja mencari sesuap nasi sampe yang bekerja untuk bisa beli 10 mobil mewah, semuanya butuh transportasi.
Apalagi para pekerja di Jakarta mungkin hampir semua berdomisili di di luar Jakarta, di kota2 satelitnya, ya.. seperti gue ini :D, yang otomatis setiap hari bersahabat karib dengan angkot, bus, kereta, ojek, sampe taxi.
Pengguna sarana transportasi umum maupun yang mengendarai kendaraan pribadi semua sama2 gak enak, karena semuanya sama2 ngerasin macet. Yang pake mobil pribadi ketambahan pegel2 di betis, kalo gak mau pegel2 ya sewa supir, yang berarti ada tambahan pengeluaran yang gak sedikit. Pokoknya semuanya stress. Kita cuma bisa pasrah, kalo gak pasrah dan ikhlas pasti jadi gila.
Mungkin dulu waktu busway hanya bisa mengakomodir penumpang sebatas Blok M - Kota, masih terasa nyaman, antrian masuk ke dalam bus besar warna merah itu gak terlalu menggila. Halte busway yang gak jadi dipasang air conditioner itu masih bisa (kadang-kadang) tidak terasa panas dan pengap. Sekarang setelah dibuka busway dengan trayek sampe pulogadung (menyusul sampe bekasi) peminat bus trans jakarta itu membludak, terutama di jam2 pulang kantor (antara jam 5 sampe jam 7 sore). Antrian bisa sampe 3 meter sebelum loket. Spekulasi gue kalo lagi ngantri gitu, dapet giliran masuk bus kira2 sekitar 20 menit bahkan lebih (karena yang bisa masuk paling cuma tiga orang sekali bus dateng, saking penuhnya. Paling banter 5 orang), dan kedatangan bus satu dengan lainnya di halte kadang berselang lebih dari 3 menit, kadang 5 menit.
Walhasil gue lebih senang naik kopaja daripada naik bus trans jakarta (busway), waktu macet antara Setiabudi sampe Bendungan Hilir dengan waktu menunggu giliran masuk busway ternyata sama lamanya, kadang2 malah lebih cepet sampe Bendungan Hilir pake kopaja daripada naik busway. Walaupun naik kopaja lebih menekan batin karena harus ngerasain macet (biasanya sih gue molor aja di kopaja, jadi gak kerasa dan tiba2 sampe Bendungan Hilir).
Bagaimana nanti dengan monorail apabila proyek tersebut selesai? apakah bisa memberikan solusi alternatif transportasi yang layak, dan dapat menarik orang2 yang biasa naik mobil pribadi untuk naik transportasi umum sehingga jumlah kendaraan berkurang yang otomatis mengurangi macet? kayaknya sih... gak bakal ngaruh sama macet, pasti tetep macet, atau malah tambah macet? hehehe... tak tau lah.
Agak lebih beruntung bagi gue dan beberapa penduduk di luar jakarta yang bisa naik omprengan, angkot berplat hitam yang menjadi alat transportasi umum yang bisa langsung membawa kita ke kota masing2, tanpa ngetem, dan langsung masuk tol (yang juga macet) (malah kalo gue naik omprengan bisa turun di depan komplek rumah). Biasanya sih omprengan2 ini punya "pool" sendiri, kalo omprengan gue pool nya di daerah Bendungan Hilir, katanya sih di Ratu Plaza dan Kuningan juga ada.
Kelebihan tinggal di kota2 pinggiran kayak gue, selain pake omprengan bisa juga naik kereta. Kereta api yang bunyinya udah gak tuut.. tuut.. tut.. itu sebenernya lumayan nyaman, dengan catatan naik yang express dan jadwal keberangkatan keretanya bener, ongkosnya lebih mahal memang, kalo rumah deket sama stasiun pastinya lebih ekonomis naik kereta, walaupun pake KRL express (ber AC) yang lebih mahal daripada kereta listrik ekonomi. Namun lagi2 kereta express ini pun masih banyak masalah. Kereta express yang sudah ada jadwalnya itu dan diatur lalu lintasnya sedemikian rupa, ternyata masih... NGARET juga. Gak pernah tuh gue naik kereta tepat waktu, bisa molor 30 menit, kalo apes malah sampe 1 jam.
Yang namanya kereta express, sesuai namanya harusnya kan jalurnya khusus, jadi bisa cepet sampe stasiun tujuan. Tapi sodara2 ternyata gak juga tuh.
Karena kadang2 kereta ini juga bisa jadi “OMPRENGAN” hehehe. Pak masinis biasanya berhenti juga di stasiun2 yang seharusnya tidak boleh berhenti, tujuannya: cari penumpang illegal, masuk dari gerbong depan tempat masinis nongkrong, bayarnya ya sama masinisnya (dengan harga yang lebih murah daripada tiket legal), istilah kate nih… jadi side business-nya masinis and co (maksudnya co..ndektur ).
Apa efeknya bagi penumpang lain? Tentunya jadwal sampai kereta juga ikutan mundur karena waktunya dibuat ngambil penumpang di stasiun2 kecil. Apesnya lagi, temen gue yang harusnya biasa turun di stasiun B harus turun di stasiun A (stasiun tujuan akhir).
Kata masinisnya gini “mas… turunnya di stasiun A aja ya, udah telat nih jadwalnya, saya gak enak, jadi gak sempet berhenti di stasiun B). Jadilah temen gue itu sampe rumah jam 20.30 yang biasanya jam 19.30 juga udah sampe.
Apa ya yang menyebabkan pak masinis ngompreng? Mungkin karena gajinya kecil? Bisa jadi.
Atau karena maruk? Bisa jadi juga. Yang jelas sih peraturan per kereta apian juga masih belum bisa diterapkan dengan baik, dan gaji kapten kereta dan awaknya harusnya dinaikan juga kali ya.
Mungkin suatu di Jakarta ada transportasi dengan transpoter, seperti pemindahan orang dari satu tempat ke tempat lain lewat pemindaian yang ada di film star trek itu loh :D. Mungkin gak perlu ngerasain macet. Yang gawat kalo alat transporternya macet, bisa kesasar ke dunia lain kali hehehe…
Gak terasa sudah jam 4, mau siap2 pulang, kemas2 dulu, ngerapiin dokumen dan meja, trus pulang.
Mau naik apa hari ini? Hmmmm kayaknya naik busway aja…
*siap2 ngumpulin mental buat ngantri
Note: Kenapa sih gue gak bisa uplaod foto di blogger ini? *&$#%&^$&*%( Bete deh, rusak mulu nih blogger